Pentas di Hadapan Dunia, Bagaimana Bahasa Indonesia di Mata Pemudanya?
- Menapaki panggung dunia, bahasa Indonesia telah diakui eksistensinya di kancah internasional. Di tengah euforia tersebut, perspektif penutur dengan berbagai latar belakang profesi memberi corak tersendiri dalam merajut asa bertajuk bahasa Indonesia mendunia.
Kebisingan mesin tik masih bersenandung kala itu, ketika tukang pos masih sibuk mengantarkan pesan rindu dari orang-orang rantau ke sanak saudaranya di kampung. Pesan yang tertulis dalam pelafalan yang jadul. Gabungan vokal oe yang masih digunakan untuk membentuk bunyi u. Inilah bahasa Indonesia pada beberapa puluh tahun lalu.
Sedikit berbeda dengan kini, bahasa Indonesia mulai menemukan bentuk modernisasinya. Bukan lagi mesin tik dan seorang tukang pos, tetapi berbagai gawai, seperti telepon pintar, tablet, dan laptop yang menjadi sarana berbagi pesan. Sejalan dengan itu, aksara pun berevolusi dan tatanan kaidah kebahasaan yang telah melalui amandemen berkali-kali menghasilkan bentuk yang lebih ramah bagi penuturnya. Hingga kini bahasa Indonesia bahkan telah pentas di panggung dunia. Transformasi yang cukup pesat dan membanggakan dari seutas aksara.
Menapaki Kemegahan Panggung Dunia
“Bahasa Indonesia Mendunia” demikian disebutkan sebagai penjenamaan yang termuat dalam laman resmi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbudristek. Hal ini sejalan dengan penjabaran isi Undang-Undang No. 24 Tahun 2009, Pasal 44 yang menyatakan bahwa pemerintah menyusun strategi secara sistematis untuk meningkatkan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional. Bahasa Indonesia berhasil ditetapkan menjadi bahasa resmi ke-10 Konferensi Umum Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO pada tanggal 20 November 2023. Status tersebut menunjukkan upaya serta keberhasilan secara de jure (berdasarkan hukum) yang berdampak pada peningkatan prestise bahasa Indonesia di kancah global. Sebagaimana kemampuannya menjadi kekuatan pemersatu budaya di Indonesia, bahasa Indonesia telah memiliki standar linguistik modern yang terlihat dari kemapanan leksikon, tata bahasa, dan ejaannya.
Tidak hanya itu, keberhasilan secara de facto (berdasarkan fakta) ditunjukkan melalui kantong-kantong penutur asing bahasa Indonesia yang tersebar di berbagai negara. Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbudristek, E Aminudin Aziz, mengungkapkan bahwa hingga kini penyebaran negara yang mengajarkan bahasa Indonesia sudah mencapai 54 negara dengan didukung oleh 523 institusi dan 174 ribu peserta aktif di seluruh dunia. Hal tersebut disampaikan dalam pertemuan kolaborasi antara Kemendikbudristek melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dan Balai Bahasa dan Budaya Indonesia (BBBI) se-Australia di Melbourne, Australia.
Keberhasilan membuanakan bahasa Indonesia tidak terlepas dari adanya program pengajaran BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) di sekolah dan perguruan tinggi di luar negeri. Seperti halnya I Kadek Purnawan yang sudah cukup lama berkecimpung dalam program BIPA. Pria yang saat ini menjadi pengajar BIPA di Nanzan University mengungkap bahwa banyak orang Jepang yang tertarik dengan Indonesia dengan berbagai latar belakang alasan. “Mereka (pemelajar dari Jepang) ingin berwisata ke Indonesia, bekerja, dan mempelajari tari dan alat musik gamelan,” ungkapnya melalui wawancara tertulis yang dilakukan pada Jumat, (16/08/2024).
Purnawan mengungkapkan beberapa tantangan yang dirasakan selama menjadi pengajar, mulai dari penguasaan bahasa ibu pemelajar BIPA hingga perbedaan budaya yang kadang menimbulkan kesalahpahaman. Pria yang sempat mengajar BIPA di Prince of Songkla University melalui program BIPA PPSDK, Kemendikbudristek ini mengungkapkan bahwa pengajar-pengajar BIPA merupakan duta budaya dan bahasa di kancah internasional. Dalam hal ini, pengajar-pengajar BIPA merupakan representasi Indonesia, baik dari segi budaya, bahasa, adab, etos kerja, dan etika Indonesia.
Di Balik Semua Euforia Bahasa
Kebanggaan setinggi langit pastinya menjadi ekspresi pertama kala membayangkan bahasa Indonesia akan menjadi bahasa berjuta-juta orang di dunia. Namun, di balik semua euforia itu, adakah yang masih bisa melihat celah samar yang kian tersamarkan ini?
Bangsa Indonesia hidup dalam dua era sekaligus yang memengaruhi peran bahasa-bahasa di Indonesia, yakni era globalisasi dan era otonomi daerah (Chintami, 2019). Tuntutan era globalisasi dan keragaman budaya memiliki keterkaitan erat dengan persoalan ruang berbahasa antarbangsa. Ditinjau dari konteks plurilingual, praktik penggunaan berbagai bahasa tidak hanya tentang menguasai beberapa bahasa, tetapi juga bagaimana bahasa-bahasa ini digunakan dalam konteks sosial yang berbeda. Berbagai bahasa berinteraksi dan saling memengaruhi dalam konteks global, termasuk identitas, pendidikan, kebijakan bahasa, dan interaksi sosial. Tidak dapat dimungkiri, situasi senada turut membersamai kedudukan bahasa Indonesia di negeri sendiri.
Apa Kata Mereka?
Efektivitas penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi dapat didasarkan pada aktualisasi oleh setiap penuturnya. Menyambung hal ini, isu yang patut disoroti adalah bagaimana keberadaan bahasa Indonesia difungsikan oleh berbagai lapisan masyarakat?
Hasil wawancara melalui pesan tertulis WhatsApp dengan Ni Made Dwi Sintya Prabayanthi, S.Pd., guru pengampu mata pelajaran IPA di SMPN 4 Kintamani, menunjukkan bahwa profesinya sangat berkaitan dengan bidang kebahasaan. “Ya, 97% saya menggunakan bahasa Indonesia 3% saya menggunakan bahasa ibu agar mudah berbaur dengan peserta didik,” ungkapnya. Meski mengaku gembira mendengar isu bahasa Indonesia yang mendunia, selimut pesimisme masih mewarnai pendapatnya yang meyakini salah satu aspek untuk menjadi bahasa internasional adalah dimengerti sebagian besar penduduk dunia. Di sisi lain, menurutnya bahasa Indonesia masih berlaku hanya di negara Indonesia saja.
Masih dalam pembahasan yang senada, I Nengah Wiadi yang berprofesi sebagai dokter umum turut mengamini bahwa profesi yang dilakoninya sangat berkaitan dengan bahasa Indonesia. Pria ini meyakini bahasa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi bahasa internasional, tetapi diperlukan upaya lebih lanjut dalam hal promosi, standardisasi, dan adaptasi teknologi, termasuk pengembangan bahan ajar yang dapat diakses secara luas.
Menurut pengakuannya, masih terdapat tantangan dalam memastikan penggunaan bahasa Indonesia yang benar dan baku di berbagai sektor. “Sebagai dokter, saya juga melihat perlunya peningkatan literasi bahasa Indonesia di kalangan tenaga medis, agar komunikasi dengan pasien dapat lebih efektif dan efisien,” ujarnya dalam wawancara melalui pesan tertulis WhatsApp pada Jumat (16/8/2024).
Seorang seniman tari asal Bali, I Ketut Rama Widian, turut mengemukakan keterkaitan profesinya dengan bahasa. Pria yang telah menekuni profesi seniman selama 29 tahun ini mengamini penggunaan bahasa Indonesia sebagai alat utama untuk menjembatani pemahaman antara budaya dan seni. Menurutnya, bahasa Indonesia sudah memiliki dasar yang kuat untuk mendunia, tetapi masih diperlukan upaya lebih dalam hal promosi dan pengajaran bahasa ini secara lebih luas dengan cara yang menarik dan relevan.
“Banyak orang di luar negeri mulai tertarik mempelajari bahasa Indonesia, terutama mereka yang ingin mendalami budaya Indonesia, termasuk seni tari Bali. Ini adalah perkembangan yang patut kita syukuri dan dukung,” ungkapnya.
I Gusti Ngurah Agung Nugraha Adi Winata, seorang mahasiswa sekaligus atlet pencak silat turut memberi perspektifnya terkait bahasa Indonesia. Meski menekuni profesi atlet, bahasa turut menjadi aspek yang cukup berpengaruh. Pria berusia 21 tahun itu, sedikit menceritakan pengalaman ketika mengikuti olimpiade di kancah nasional. Kala itu, dirinya mengaku kesulitan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar lantaran sudah terbiasa menggunakan bahasa daerah dalam kesehariannya.
“Ya, begitu, bahasa saya jadinya campur-campur,” ujarnya ketika diwawancarai melalui sambungan telepon pada Sabtu (17/8/2024). Namun, tidak sendiri, Agung mengaku beberapa teman atletnya juga sama seperti dirinya.
Agung menuturkan bahwa di daerah asalnya, kemampuan menggunakan bahasa Indonesia masih belum dikuasai secara menyeluruh oleh masyarakat. Pria ini melihat adanya potensi bagi bahasa Indonesia untuk merambah ke internasional, tetapi dirinya juga tidak dapat menampik fakta bahwa penggunaan bahasa Indonesia di negeri sendiri masih belum tuntas.
Berbeda dengan itu, pendapat praktis yang datang dari mata jurnalis memberi sudut pandang lain. Rizki Setyo Samudero, S.I.Kom., seorang jurnalis dari portal media daring detikBali berpendapat bahwa bahasa Indonesia sudah digunakan secara massal sebagai sarana komunikasi utama. Tidak hanya sebagai sarana komunikasi secara lisan, kemampuan dan pemahaman pada kaidah kebahasaan sangat penting untuk menunjang kualitas tulisan jurnalistik yang diproduksinya.
“Kalau dari Aku, di dunia jurnalistik (kesulitannya) paling dari diksi-diksi yang baru,” ucap Rizki ketika diwawancarai melalui sambungan telepon pada Sabtu (17/8/2024).
Lebih dalam, ketika disinggung mengenai bahasa Indonesia yang mendunia, pria berusia 25 tahun itu memberi respons positif. Bagi dirinya, bahasa Indonesia kini sudah banyak digunakan, bukan hanya di dalam negeri, melainkan juga sudah banyak diajarkan di luar negeri. Meskipun masih banyak “pekerjaan rumah” terkait masalah kualitas penggunaan bahasa Indonesia di dalam negeri, Rizki memandang hal itu sebagai aspek yang dapat diperbaiki seiring dengan mendunianya bahasa Indonesia.
Demikianlah sepintas pandangan dan pemikiran dari pemuda Indonesia. Bahasa Indonesia melangkah maju membanggakan segenap bangsa, tetapi fakta tak dapat ditampik bahwa masih ada sekelebat tanya, kebimbangan, dan tugas besar untuk memerdekakannya di tanah sendiri.
Tahu, Paham, Lantas?
Bahasa Indonesia begitu gemilang di panggung dunia saat ini. Ia bak bunga muda yang baru saja bermekaran dan menarik minat banyak orang untuk memahami keindahannya. Dengan berbagai potensi dan usaha yang telah berjalan, bahasa Indonesia selayaknya pantas ada di posisi ini. BIPA memegang peranan penting dan berbagai negara membuka tangan untuk itu. Diakui di kancah internasional dan menjadi utama secara nasional, bahasa Indonesia mungkin tengah ada di kedudukan terbaiknya sejauh ini. Pemuda-pemuda bangsa dengan berbagai latar belakang mengakui keberadaan dan pentingnya bahasa Indonesia. Meski tidak dimungkiri adanya perbedaan pendapat tentang siap tidaknya bangsa ini dalam menghadapi popularitas di tengah persoalan domestik yang belum tuntas.
Popularitas sudah ada di depan mata, tetapi apakah itu kemerdekaan yang sebenarnya dari bahasa Indonesia? Inilah tanya yang ada, setidaknya dalam benak segelintir kepala. Kala popularitas di kancah internasional menyisakan tanya pada kualitas penggunaan bahasanya di negeri sendiri. Meski demikian, perlu ditekankan, transformasi sudah membuahkan hasil yang baik. Oleh karena itu, perjuangan untuk pentas di hadapan dunia harus seirama dengan perjuangan untuk merdeka di tanah sendiri.
“Mari berbangga bahasa Indonesia mendunia,
mari perjuangkan bahasa Indonesia untuk anak cucu kita.”