Ungkapan dari guru besar antropologi Indonesia, Koentjaraningrat, tentang perilaku negatif berbahasa seakan tidak lekang oleh waktu. Pada salah satu buku terbaiknya, Koentjaraningrat (1990) mengungkapkan bahwa meremehkan mutu, mentalitas menerabas, tuna harga diri, menjauhi disiplin, enggan bertanggung jawab, dan suka ikut-ikutan adalah cerminan perilaku berbahasa masyarakat. Berbagai perilaku negatif yang senantiasa dikantongi tersebut cenderung mengancam visi berkelanjutan bangsa dalam memperteguh tercapainya bahasa yang bermartabat sesuai kedudukan dan fungsinya. Spektrum tersebut tersemat dalam tajuk pengembangan dan pembinaan bahasa. Merujuk pada berbagai studi, pembinaan dan pengembangan bahasa sejatinya sangat bergantung pada perubahan peradaban dan kebutuhan manusia. Secara radikal, misi tersebut merepresentasikan upaya melestarikan bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing untuk dapat digunakan sesuai fungsi dan kedudukannya (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2022; Rizkiansyah & Rustono, 2017). Hal tersebut menegaskan konteks pengembangan dan pembinaan bahasa menjadi misi krusial yang semestinya perlu diprioritaskan. Namun kenyataanya, selayaknya namanya yang tak lekang oleh waktu, ungkapan Koentjaraningrat mengenai perilaku negatif berbahasa juga turut abadi hingga kini. Pada akhirnya, Indonesia hingga kini masih terpenjara oleh tanda tanya yang sama, “Bagaimana eksistensi pengembangan dan pembinaan bahasa?”
Perilaku negatif dalam berbahasa hingga kini masih persisten dan konsisten. Tidak berlebihan apabila masyarakat saat ini memandang bahasa tidak lagi memerlukan kaidah esensial, sebab yang terpenting adalah citra maupun pencapaian. Kondisi kehidupan masyarakat yang sangat dinamis dan lekat dengan kemajuan seakan memaksa koleksi buku digantikan dengan jumlah pengikut media sosial. Cerminan tersebut sejalan dengan hasil studi yang meyakini bahwa pada masa globalisasi saat ini, bahasa yang cermat, bijak, dan lestari tidak lagi menjadi prioritas. Padahal, bahasa adalah mosaik paling krusial kehidupan yang membentuk jati diri dan kepribadian sehingga pembinaan dan pengembangannya tidak pernah perlu untuk dinomorduakan.
“Kita Belum Hidup di Bawah Sinar Bulan Purnama, Kita Masih Hidup di Masa Pancaroba” – Ir. Soekarno
Seutas aksioma yang sangat melekat dalam sanubari tiap insan tersebut tidak hanya mencerminkan perjuangan meraih kemenangan, tetapi juga merepresentasikan tantangan kehidupan yang masih enggan berkesudahan. Problematika ketidakseimbangan pengutamaan, pelestarian, dan pemilihan bahasa rupanya menjadi contoh masif tantangan kehidupan yang masih jarang diperhatikan. Peran bahasa tidak hanya sebagai alat komunikasi yang mendasar, lebih dari itu bahasa sangat berperan dalam mendukung perkembangan mental, moral, dan sosial. Sebagai warisan yang tidak ternilai harganya, pembinaan dan pengembangan bahasa menjadi hal yang sangat diperlukan oleh masyarakat. Melalui penelitian yang dikembangkan oleh Basuki (2021), tanggung jawab pengembangan dan pelestarian bahasa ada pada para penuturnya sehingga berbagai upaya inovatif amat dibutuhkan. Upaya dalam mengukuhkan pembinaan dan pengembangan bahasa dapat direalisasikan dalam berbagai lini dengan penyesuaian kondisi saat ini. Keberadaan dimensi digitalisasi yang digandrungi masyarakat saat ini menjadi salah satu kunci untuk dapat memodifikasi segala usaha konvensional yang belum bereskalasi. Pada akhirnya, peran pemuda sangat dinanti untuk membawa bahasa terlepas dari belenggu pancaroba, menuju eloknya sinar bulan purnama.
Dongeng: Bukan Sekadar Pengantar Tidur
Generasi modern boleh jadi lupa pada salah satu karya sastra paling menakjubkan yang pernah dimiliki Indonesia, dongeng. Persepsi masyarakat terhadap karya sastra tersebut mungkin tidak lebih dari sekadar benda pengantar tidur. Nyatanya, dongeng bukanlah sekadar isapan jempol semata. Peran masifnya dalam memvisualisasikan kaidah bahasa dalam tulisan dan verbal sangat relevan sebagai media pembelajaran yang dapat mendukung pengembangan bahasa. Lebih lanjut, seutas kisah sederhana tentang entitas yang mencerminkan kehidupan manusia tersebut rupanya mampu mewadahi natural way learning atau proses alamiah pembelajaran bahasa. Hal ini disebabkan elaborasi keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara yang dapat diperoleh melalui dongeng (Anggidesialamia, 2020; Manikam, Haris, & Kamidjan, 2020).
Potensi masif dongeng dalam aspek kebahasaan tentu tidak boleh disia-siakan. Melalui berbagai upaya, Duta Bahasa Provinsi Bali mencoba “membangunkan kembali” dongeng sebagai sebuah karya krida yang berharga. Kelekatan individu dengan digitalisasi menjadi salah satu substansi mendasar yang sangat dipertimbangkan untuk merealisasikan sebuah platform daring. Sejalan dengan berbagai studi, kolaborasi antara media dongeng dengan digitalisasi memberikan manfaat yang beragam, antara lain sebagai berikut (Ariyati, 2020; Badan Pengembangan Bahasa & Pembinaan Bahasa, 2022; Ibda, 2020).
- Dongeng dapat memberikan pembelajaran komprehensif yang mencakup keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara. Hal ini merujuk pada aktivitas menciptakan maupun menyampaikan dongeng. Pemenuhan seluruh aspek keterampilan dasar berbahasa tersebut dapat menjadi media belajar audio visual yang menjadikan pesan lebih mudah diingat.
- Dongeng digital menjadi media yang sangat relevan di era revolusi industri 4.0 yang mengharuskan setiap individu mampu mengoperasikan dan sulit terlepas dari perangkat digital. Hal ini menjadikan gagasan tersebut dapat efektif berperan dan menyasar masyarakat. Media digital tidak hanya memudahkan individu dalam mengakses, tetapi memudahkan pengembangan dari masa ke masa.
- Dongeng digital dapat menjadi media peningkatan kemampuan literasi. Sebagaimana definisi mendasar literasi yang melibatkan kemampuan memahami, menganalisis, hingga menghasilkan informasi melalui tulisan, penyediaan dongeng digital dapat mendukung kemampuan literasi. Hal ini dimulai dari peningkatan perbendaharaan kata, hingga melatih kemampuan berpikir, berkreativitas, dan bernalar. Melalui kemampuan literasi yang baik, pembinaan dan pengembangan bahasa tentu bukan lagi menjadi hal yang sulit untuk dijadikan nyata.
Sudah Saatnya Kita Bangkit dari Masa Pancaroba
Meneguhkan eksistensi pembinaan dan pengembangan bahasa menjadi agenda yang perlu diprioritaskan saat ini. Bukan perihal mengikuti kemajuan yang jadi persoalan, tetapi upaya mempertegas jati diri yang jadi alasan. Sebagai bentuk kontinuitas, bahasa memiliki peran yang sangat masif dalam peradaban sehingga perkembangannya amat perlu diperhatikan. Adanya peran pemuda melalui Duta Bahasa menjadi salah satu dari ratusan akses yang bisa mendukung tercapainya pembinaan dan pengembangan bahasa. Berbagai media dan kanal yang tersedia sepatutnya dapat dimanfaatkan untuk mencapai kesadaran dalam menggunakan dan menjaga bahasa sesuai fungsi maupun kedudukannya. Hal inilah yang menjadi pertimbangan Duta Bahasa Provinsi Bali menggagas krida digitalisasi dongeng melalui realisasi aplikasi Dongeng-In. Aplikasi tersebut memberikan kesempatan untuk mengakses pembelajaran bahasa Indonesia, daerah, dan asing untuk mewujudkan pembinaan dan pengembangan bahasa. Krida tersebut sejatinya diharapkan dapat menjadi media pembelajaran bahasa yang menyenangkan bagi para penutur. Sebab, bahasa tidak dapat dipisahkan dari penuturnya dan hanya penutur yang mampu membawa bahasa ke eloknya sinar bulan purnama.
DAFTAR PUSTAKA
Anggidesialamia, Helena. (2020). Upaya Meningkatkan Minat Baca Melalui Review Konten Cerita Rakyat pada Aplikasi Youtube. Journal Com-Edu, 3(2). 75-82.
Ariyati, Deasy. (2020). Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Literasi Digital di Era 4.0: Tantangan dan Harapan. Prosiding Seminar Nasional. 1(1). 151-160.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2022). Pengembangan Bahasa Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0. Retrieved from: https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/artikel- detail/2746/pengembangan-bahasa-indonesia-di-era-revolusi-4.0
Basuki, Rokhmat. (2021). Strategi Peningkatan Pembelajaran Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Bengkulu dengan Metode Brainstorming. Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa Indonesia, Daerah, dan Asing. 4(2). 414-426.
Ibda, Hamidulloh. (2020). Pembelajaran Bahasa Indonesia Berwawasan Literasi Baru di Perguruan Tinggi Negeri dalam Menjawab Tantangan Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal Jalabahasa, 15(1). 48-64.
Manikam, Methya Khairunnisa., Haris Supratno., & Kamidjan Kamidjan. (2020). Cerita Rakyat Tanjung Menangis Masyarakat Samawa: Kajian Struktur Naratif Vladimir Propp. Jurnal Pendidikan, Kebahasaan, dan Kesusastraan Indonesia, 4(2), 241-255.
Rizkiansyah, Rio Anugrah., & Rustono. (2017). Perilaku Berbahasa Pengembang Perumahan, Pengelola Hotel, dan Pengelola Toko. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 6(1). 25-33.